Jumat, 30 November 2012

KRISIS GLOBAL dan ETIKA GLOBAL


Krisis Global dan Etika Global

Krisis ekonomi global, saat ini, pada awalnya mengguncang negara-negara maju kemudian merambah ke negara-negara miskin. Yang mendebarkan, tak ada yang tahu kapan krisis ini berakhir. Bahkan tak ada yang dapat menjamin krisis ini tidak akan melahirkan depresi besar yang akan menciptakan ledakan pengangguran serta bahaya kelaparan. Apalagi dampak krisis tersebut makin terasa di Indonesia.
Krisis subprime mortgage di Amerika, yang mengawali krisis global ini, menurut Raden Pardede dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan oleh Reformed Center for Religion and Society, Sabtu (28/2) adalah akibat eksploitasi kerakusan manusia. Ter-giur oleh kompensasi yang tinggi diciptakanlah produk keuangan, mortgage loan: prime, subprime (produk KPR), dan oleh rekayasa yang canggih, mengubah surat utang BB dan unrated, berisiko tinggi menjadi rating AAA atau Aaa (investment grade) menjadi berisiko rendah. Akibatnya, terjadilah kredit macet yang kemudian melahirkan krisis finansial di Amerika.
Meski kondisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, tetap saja Pemerintah Indonesia mesti mewaspadainya. Aliran dana kampanye mungkin akan sedikit menolong pengetatan likuiditas yang berdampak buruk pada sektor riil, tapi tak ada yang menjamin bahwa krisis global akan berakhir setelah Pemilu 2009. Apalagi dalam triwulan keempat 2008, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,2 persen, melemah dari triwulan sebelumnya 6,1 persen.
Keyakinan Adam Smith akan adanya tangan siluman dari pasar bebas yang akan menciptakan keseimbangan atas fluktuasi harga, ternyata hanya ilusi. Kapitalisme yang mendewakan uang, materi selalu saja mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Neoliberalisme dengan pasar bebasnya telah membelah dunia menjadi negara-negara kaya dan miskin, serta gap antara keduanya terus bertambah lebar.
-->

Etika Global
Jurang lebar antara negara kaya dan miskin, utamanya bukan karena kebodohan manusia, tetapi lebih karena kejahatan manusia yang melahirkan ketidakadilan dalam bidang ekonomi. Kapitalisme global yang mengeksploitasi kerakusan manusia melabrak nilai-nilai kemanusiaan yang harus dihormati, akhirnya mengalami kehancuran karena tidak memenuhi asas keadilan.
Akibat manusia tidak lagi memperlakukan manusia lainnya sebagai sesama manusia, sebaliknya memperlakukan sesamanya sebagai objek pemuasan napsu keserakahan. Kerja sama yang harmonis antarsesama manusia menjadi barang mewah. Jika kondisi itu terus terpilihara, krisis ekonomi yang terjadi saat ini bukan mustahil akan melahirkan depresi global.
Secara harfiah, manusia bukanlah serigala atas sesamanya. Manusia dapat hidup bersama meski tak bisa bekerja sama. Namun, manusia yang membiarkan sesamanya terus hidup dalam kemiskinan dan tak memiliki tanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan sesamanya adalah bagai serigala atas sesamanya. Ini melanggar hukum kodrat yang mengajarkan agar manusia dalam hidup bersama-sama itu mencapai kesempurnaan bersama. Manusia harus hidup saling menolong dalam mencari atau menyelenggarakan hidup yang luhur, kata Driyarkara (Driyarkara, 2006, hal 500.)
Dalam masyarakat yang tidak menghargai keadilan, manusia yang kuat memanfaatkan manusia yang lemah, dan yang lemah tak mampu memghindarinya. Ini adalah suatu kejahatan.
Kejahatan atau penindasan terhadap orang miskin, atau yang mengakibatkan kemiskinan, adalah salah satu persoalan serius yang menyebabkan kemiskinan terus bertambah, khususnya kejahatan yang dilakukan oleh para penguasa dan pengusaha. Lebih parah lagi jika kejahatan itu dilakukan dalam perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Tak ada jalan lain, apabila dunia ingin membangun ekonomi global yang menguntungkan semua pihak, maka ekonomi global tersebut mesti dibangun di atas dasar etika global, suatu etika yang lahir dari konsensus bersama umat manusia sedunia. Untuk mewujudkan hal tersebut setiap negara wajib membangun tatanan ekonomi di atas landasan etika bisnis, yang juga sesuai dengan etika bisnis global.
Pembangunan ekonomi sangat berkaitan erat dengan pembangunan politik. Hadirnya pemimpin-pemimpin bangsa yang cerdas dan bermoral akan melahirkan regulasi dalam bidang ekonomi yang berpihak kepada rakyat. Suksesnya pemilu yang jujur dan adil akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia.Kerja sama yang membuahkan kebaikan bersama hanya mungkin jika keadilan dijunjung tinggi. Etika bisnis, etika kerja harus ditegakkan. Dan itulah yang akan mengantarkan Indonesia pada cita-cita bangsa, yaitu kesejahteraan untuk seluruh rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar