Krisis
ekonomi global, saat ini, pada awalnya mengguncang negara-negara maju kemudian
merambah ke negara-negara miskin. Yang mendebarkan, tak ada yang tahu kapan
krisis ini berakhir. Bahkan tak ada yang dapat menjamin krisis ini tidak akan
melahirkan depresi besar yang akan menciptakan ledakan pengangguran serta
bahaya kelaparan. Apalagi dampak krisis tersebut makin terasa di Indonesia.
Krisis subprime mortgage di Amerika, yang mengawali krisis
global ini, menurut Raden Pardede dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan
oleh Reformed Center for Religion and Society, Sabtu (28/2) adalah akibat
eksploitasi kerakusan manusia. Ter-giur oleh kompensasi yang tinggi
diciptakanlah produk keuangan, mortgage loan: prime, subprime (produk KPR), dan
oleh rekayasa yang canggih, mengubah surat utang BB dan unrated, berisiko
tinggi menjadi rating AAA atau Aaa (investment grade) menjadi berisiko rendah.
Akibatnya, terjadilah kredit macet yang kemudian melahirkan krisis finansial di
Amerika.
Meski kondisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan
Malaysia dan Singapura, tetap saja Pemerintah Indonesia mesti mewaspadainya.
Aliran dana kampanye mungkin akan sedikit menolong pengetatan likuiditas yang
berdampak buruk pada sektor riil, tapi tak ada yang menjamin bahwa krisis
global akan berakhir setelah Pemilu 2009. Apalagi dalam triwulan keempat 2008,
ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,2 persen, melemah dari triwulan sebelumnya 6,1
persen.
Keyakinan Adam Smith akan adanya tangan siluman dari pasar bebas
yang akan menciptakan keseimbangan atas fluktuasi harga, ternyata hanya ilusi.
Kapitalisme yang mendewakan uang, materi selalu saja mengabaikan nilai-nilai
kemanusiaan. Neoliberalisme dengan pasar bebasnya telah membelah dunia menjadi
negara-negara kaya dan miskin, serta gap antara keduanya terus bertambah lebar.
-->
Etika Global
Jurang lebar antara negara kaya dan miskin, utamanya bukan
karena kebodohan manusia, tetapi lebih karena kejahatan manusia yang melahirkan
ketidakadilan dalam bidang ekonomi. Kapitalisme global yang mengeksploitasi
kerakusan manusia melabrak nilai-nilai kemanusiaan yang harus dihormati,
akhirnya mengalami kehancuran karena tidak memenuhi asas keadilan.
Akibat manusia tidak lagi memperlakukan manusia lainnya
sebagai sesama manusia, sebaliknya memperlakukan sesamanya sebagai objek
pemuasan napsu keserakahan. Kerja sama yang harmonis antarsesama manusia
menjadi barang mewah. Jika kondisi itu terus terpilihara, krisis ekonomi yang
terjadi saat ini bukan mustahil akan melahirkan depresi global.
Secara harfiah, manusia bukanlah serigala atas sesamanya.
Manusia dapat hidup bersama meski tak bisa bekerja sama. Namun, manusia yang
membiarkan sesamanya terus hidup dalam kemiskinan dan tak memiliki tanggung
jawab untuk mengentaskan kemiskinan sesamanya adalah bagai serigala atas
sesamanya. Ini melanggar hukum kodrat yang mengajarkan agar manusia dalam hidup
bersama-sama itu mencapai kesempurnaan bersama. Manusia harus hidup saling
menolong dalam mencari atau menyelenggarakan hidup yang luhur, kata Driyarkara
(Driyarkara, 2006, hal 500.)
Dalam masyarakat yang tidak menghargai keadilan, manusia yang
kuat memanfaatkan manusia yang lemah, dan yang lemah tak mampu memghindarinya.
Ini adalah suatu kejahatan.
Kejahatan atau penindasan terhadap orang miskin, atau yang
mengakibatkan kemiskinan, adalah salah satu persoalan serius yang menyebabkan
kemiskinan terus bertambah, khususnya kejahatan yang dilakukan oleh para
penguasa dan pengusaha. Lebih parah lagi jika kejahatan itu dilakukan dalam
perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha. Tak ada jalan lain, apabila dunia
ingin membangun ekonomi global yang menguntungkan semua pihak, maka ekonomi
global tersebut mesti dibangun di atas dasar etika global, suatu etika yang
lahir dari konsensus bersama umat manusia sedunia. Untuk mewujudkan hal
tersebut setiap negara wajib membangun tatanan ekonomi di atas landasan etika
bisnis, yang juga sesuai dengan etika bisnis global.
Pembangunan ekonomi sangat berkaitan erat dengan pembangunan
politik. Hadirnya pemimpin-pemimpin bangsa yang cerdas dan bermoral akan
melahirkan regulasi dalam bidang ekonomi yang berpihak kepada rakyat. Suksesnya
pemilu yang jujur dan adil akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi
Indonesia.Kerja sama yang membuahkan kebaikan bersama hanya mungkin jika
keadilan dijunjung tinggi. Etika bisnis, etika kerja harus ditegakkan. Dan
itulah yang akan mengantarkan Indonesia pada cita-cita bangsa, yaitu kesejahteraan
untuk seluruh rakyat.
Dilema merupakan suatu situasi
dimana secara etis, tak adaalternatif yang dapat diterima. Sedangkan, munculnya
dilema dan berbagai masalah etika internasional berakar dari perbedaan
sistim politik,hukum,kemajuan ekonomi,serta budaya antar bangsa.
2.Faktor-faktor yang menentukan Perilaku Etis
Ada beberapa faktor yang
menentukan perilaku etis dalam bisnisinternasional, antara lain: etika
personal, budaya organisasi, tujuanusaha tidak realistis, kepemimpinan, proses
pembuatan keputusan,yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut.
Beberapa faktor yang menentukan
perilaku etis :
a.Etika Personal
Secara umum disepakati sebagai
suatu prinsip tentang baik dan buruk yang mengatur individu. Kode etika
personal menggunakansebuah pengaruh yang besar pada langkah dalam
berperilakusebagai pelaku bisnis. Langkah yang harus dilakukan
untuk membentuk sebuah pengertian etika bisnis adalah sosialisasi
yangmenekankan pada etika personal.
b.Proses pembuatan keputusan
Beberapa study tentang ketidaketisan
perilaku dalam bisnis telahmenyimpulkan bahwa pelaku bisnis kadang kala tidak
sadar bahwamereka berperilaku tidak etis.
c.Budaya Organisasi
Situasi dan kondisi dari
beberapa bisnis tidak mendorong oranguntuk berfikir melalui konsekuensi etis
dari keputusan bisnis.Hasil dari sebuah budaya organisasi yang menekankan pada
etika bisnis, mengurangi semua keputusan yang berdasar pada prinsipekonomi
murni.
d.Tujuan usaha tidak realistis
Tekanan dari induk perusahaan
untuk memenuhi tujuan yang tidak realistis yang hanya dapat dicapai dengan
membuat jalan pintasatau berbisnis dengan perilaku tidak etis. Pada akhirnya
manajer akan melanggar etika personal dan terlibat dalam perilaku yang
tak etis
e.Kepemimpinan
Pemimpin membantu untuk
membentuk budaya dan nilai sebuahorganisasi, dan mereka menjadi contoh yang
akan diikuti yang lain.